Ada opsi lain selain marah, yaitu mengalah



Dalam hidup akan ada saja hal-hal yang membuat kita kesal, kecewa dan marah bahkan untuk hal yang nampak sangat sepele.  Sebenarnya menahan amarah adalah kebijaksanaan yang luar biasa karena Allah SWT telah memerintahkan hamba-hambanya untuk menahan amarah. Marah adalah salah satu senjata terbaik setan untuk membinasakan manusia karena dengan cara ini setan dengan mudah mengendalikan manusia. Rasa amarah pada seseorang dapat membuatnya mengeluarkan ucapan kotor, mencaci maki, mudah mengucapkan kata “talak” sehingga dapat berujung perceraian, hubungan dengan orang-orang terdekatpun bisa menjadi putus dalam silaturahmi, maka dengan begitu tujuan setan sudah tercapai.

Permasalahan lain akan timbul, masih ada kemungkinan balas dendam dari pihak yang disakiti oleh rasa amarah kita yang tak terkendali. Orang-orang yang hatinya terluka karena kita marahi apalagi jika ditambah umpatan-umpatan yang sangat menikam hati bisa menjadi dendam yang sewaktu-waktu dapat meledak. Tak dapat dibayangkan betapa banyak kerusakan yang akan terjadi karena rasa amarah ini. Tetapi ada opsi lain untuk menghindari amarah lebih besar lagi, salah atau benar adakalanya kita lebih baik harus mengalah. Mengalah bukan berarti kita kalah. Saya ingat sebuah konsep yang bagus yang mengungkapkan “You may lose battle but win the war” , istilah tersebut mengungkapkan bahwa mengalah bukan berarti kita telah kalah dalam suatu “battle” tetapi mengalah menunjukkan bahwa kita mengalah dengan mundur selangkah untuk meraih kemenangan besar.  

Kita takkan bisa memilih orang lain untuk mengatakan apapun pada kita, kadang mereka mengucapkan tanpa mereka pikir apakah itu akan baik atau buruk untuk lawan bicaranya. Hati manusia berada didalam rongga tubuh, yang tahu hanyalah si Pemilik hati (Allah) dan orang itu sendiri. Jadi yang harus kita lakukan sebenarnya adalah mengendalikan diri dengan bersabar dan  mengalah. Banyak orang setelah mengungkapkan amarah akan berujung pada penyesalan, maka jangan sampai penyesalan menjadi hal terakhir yang kita ingat.  

Saya pernah membaca sebuah buku yang  menceritakan tentang sikap Rasulullah dalam mengalah menahan amarahnya. Pada zaman dahulu ketika Nabi Muhammad keluar dari rumah, beliau selalu melewati rumah seorang Yahudi yang memiliki kebiasaan meludahi Nabi Muhammad. Nabi  setiap hari selalu melewati rumah Yahudi tersebut sehingga setiap haripun Yahudi itu meludahi Nabi Muhammad. Hal yang dilakukan Nabi Muhammad hanyalah tersenyum sembari membersihkan ludah yang menempel di bajunya dan kemudian berlalu meninggalkan Yahudi tersebut.  Sikap Yahudi tersebut jika dialami oleh kita, kemungkinan hal yang akan terjadi adalah percekcokan, perdebatan dan umpatan-umpatan yang menusuk telinga akan mendominasi dalam hubungan yang terjadi sepanjang hari. 

Pada suatu hari, ketika Nabi Muhammad melewati rumah Yahudi tersebut, beliau heran karena tidak ada lagi Yahudi yang meludah kepadanya, satu hari berlalu, dua hari, tiga hari hingga berhari-hari.  Rasulullahpun bertanya kepada sahabatnya dan beliau mendapat laporan bahwa Yahudi tersebut sedang sakit, tetapi beliau datang untuk menjenguknya. Betapa kaget Yahudi tersebut melihat Rasullullah adalah orang pertama yang menjenguk selama ia sakit. Padahal Yahudi merasa takut dan mengira kedatangan Rasulullah untuk membalas dendam kepada dirinya yang sedang sakit akan sikap yang telah ia lakukan selama ini  tetapi yang ada Rasulullah mendoakan si Yahudi agar diberi kesembuhan. 

Akhirnya setelah mendapat kesembuhan, si Yahudi menyesali apa yang ia lakukan pada Rasulullah dan kemudian meminta maaf sembari memeluk erat Rasulullah. Ia kemudian menyatakan diri untuk masuk Islam dan meminta dibimbing dalam mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa ada paksaan apapun dari Rasulullah.  

Dari cerita tersebut, kita dapat meneladani Nabi Muhammad bahwa mengalah bukan berarti kalah, tetapi mundur selangkah untuk meraih kemenangan. Kemungkinan dari cerita tersebut kita dapat mengatakan “Yaialah Rin, Namanya aja Nabi kalau kita orang biasa mah mana tahan di ludahi begitu” Pendapat itu ada benarnya karena kita hanyalah manusia biasa, tetapi cerita tersebut mengajari kita untuk meneladani Nabi Muhammad bahwa terdapat opsi lain selain dengan mengungkapkan amarah yaitu kita dapat mengalah dengan mundur selangkah untuk meraih kemenangan yang lebih besar.

 Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (QS:AL-Ahzab : 21)


Tidak ada komentar